Monday 23 October 2017

SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN DAN PENULISAN AL-QUR’AN

HALAMAN JUDUL

SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Ulum Al-Qur’an
Dosen Pengampu: Yanti Susanti, M.Pd.I

Disusun Oleh
Gazaly Rahman
NIM: 1704120700
Nurlita Aulia
NIM:1704120612
Riska Furwanti
NIM: 1704120744

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2017 M /1439 H
 



KATA PENGANTAR


Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah turunya Al-Quran dan penulisan Al-Quran” ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulum Al-Quran.
Mengingat terbatasnya kemampuan yang kami miliki dalam pembuatan makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyampaian materi pembahasan, maupun dalam penulisan. Oleh karena itu kami selaku penulis memerlukan kritik dan saran  dari para pembaca yang  tentunya  dapat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi pada kesempatan selanjutnya.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
                                                                                                                



Palangka Raya, Oktober 2017


Tim Penyusun             



DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ i
Daftar Isi....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................ 2
C.    Tujuan Penulisan............................................................................. 2
D.    Metode Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah turunya Al-Quran.............................................................. 3
B.    Metode penulisan Al-Quran............................................................ 7
BAB III PENUTUP     
A.    Kesimpulan....................................................................................... 13
B.     Saran................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 14





BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Al-Quran bagi kaum muslimin adalah kalamu-Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih 22 tahun, selama 13 tahun di kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi pada pemulaan abad ke 7 itu meletakkan dasr untuk kehidupan individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya. Bahkan masyarakat Muslim mengawali eksistensinya dan memperoleh kekuatan hidup dengan merespon dakwah Al-Quran. Sebab itulah, al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai Pengalaman keagamaannya. Tanpa pemhamman yang semestinya terhadap al-Quran, kehidupan,pemikiran dan kebudayaan kaum Muslim tentunya akan sulit dipahami.
Al-Quran memang tergolong ke dalam sejumlah kecil kitab suci yang memiliki pengaruh amat luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Sejumlah pengamat Barat memandang al-Quran sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa,gaya dan aransemen kitab ini pada umumnya telah menimbulkan masalah khusus bagi mereka.  Masa pewahyuannya yang terbentang sekitar 20 tahunan merefleksikan perubahan-perubahan lingkungan, perbadaan dalam gaya dan kandungan, bahkan ajarannya.
Sejak pewahyuannya hingga kini, al-Quran telah mengarungi sejarah panjang selama 14 abad lebih. Diawali dengan penerimaan pesan ketuhanan al-Quran oleh Muhammad, kemudian penyampaiannya kepada generasi pertama Islam yang telah menghafal dan merekamnya secara tertulis, hingga stabilisasi teks dan bacaannya yang mencapai kemajuan berarti pada abad ke-3H/9 dan abad ke-4H/10 serta berkulminasi dengan penerbitan edisi standar al-Quran di mesir pada 1342H/ 1923, kitab suci kaum Muslimin ini masih menyimpan sejumlah misteri dalam berbagai tahapan perjalanan kesejarahannya.

B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.      Bagaimana sejarah turunnya al-Quran ?
2.      Bagaimana metode penulisan al-Quran?

C.    TUJUAN

1.      Agar mengetahui bagaimana sejarah turunnya al-Quran.
2.      Agar mengetahui bagaimana metode penulisan al-Quran.

D.    METODE PENULISAN

Adapun metode yang penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu(Library Search) kepustakaan.
                                                                                             



                           BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Turunnya al-Quran

Al-Quran diturunkan pertama kali pada bulan suci Ramadhan, tepatnya di malam qadr atau lailatul qadr. Lailatu qadr, kemungkinan tejadi pada dua malam, yaitu malam ke 21 dan 23 bulan suci Ramadhan[1]
Awal mula turunya wahyu risalah pada tanggal 27 rajab tiga belas tahun sebelum hijriah (609M). Namun, turunya Al-Quran sebagai kitab samawi, pernah tertunda selama tiga tahun. Ketertundaan ini disebut Fatrah (lemah dan kurang). Ketika dalam rentang waktu itu, Rasulullah Saw menjalankan misi dakwahnya secara diam-diam, hingga ayat ini diturunkan. “maka sampaikanlah secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu). (QS. Al-Hijr:94). Kemudian beliaupun berdakwah secara terang-terangan.[2]
Perlu kita ketahui terlebih dahulu bagaimana cara Allah berbicara kepada seseorang. Cara tersebut telah diterangkan di dalam al-Quran, surat asy-syura: 51 yang berbunyi
“Dan tidak ada seorang manusia pun yang Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di Belakang tabir atau dengan mengutus seseorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
            Menurut ayat diatas, cara Allah dalam berbicara kepada seseorang yang dikehendaki-Nya melalui tiga macam. Pertama, melalui wahyu. Yang dimaksud dengan wahyu di sini adalah ilham dan maknanya (pegertian) yang dimasukkan ke dalam hati, baik di kala jaga seperti yang dialami oleh Ibu Musa agar menyusui putranya itu maupun di kala tidur, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya Ismail. Menurut Muhammad Ali, yang dimaksukkan ke dalam hati tersebut bukanlah dalam bentuk verbal, melainkan dalam bentuk pengertian yang bebas dari keraguan dan kesulitan serta tidak pula merupakan hasil meditas. Kedua, berfirman dari balik tabir. Maksudnya, seseorang dapat mendengarkan firman Allah, tetapi tidak dapat melihat-Nya seperti yang pernah dialami oleh Nabi Musa di bukit Thursina. Pada cara kedua ini, menurut riwayat hanya sekali pernah dialami Rasulullah SAW, yaitu ketika Mi’raj, beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan shalat fardu lima waktu dari Allah Secara langsung, tanpa perantara Jibril. Ketiga, melalui seseorang malaikat yaitu Jibril as, yang bergelar Ruh al-Qudus dan Ruh al-Amin. Pada cara ini adalah cara yang cukup sering dialami oleh Rasulullah SAW. Cara ketiga ini adakalanya Jibril menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam kalam Allah atau wahyu, kemudian beliau sendiri yang mengungkapkannya kepada kaum Muslim dengan lafal dari beliau dan adakalanya pula Jibril langsung menyampaikan kalam Allah itu tidak hanya berupa ide yang terkandung di dalamnya, tetapi sekaligus dengan lafalnya langsung dari Allah SWT. [3]
            Oleh karena al-Quran berisi risalah Allah yang terakhir dan untuk umat manusia, sudah semestinya pula jika wahyu Allah yang terkandung dalam kitab suci itu diturunkan dengan cara ketiga yang melalui malaikat Jibril dalam bentuk makna dan lafalnya sekaligus. Hal ini telah dinyatakan oleh al-Quran  sendiri dengan jelas di beberapa ayatnya, antara lain seperti pada surat al-syu ara: 192-195 yang berbunyi
“ Dan sesungguhnya al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Jibril ke dalam hatimu (muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.”
            Hikmah diturunkannya al-Quran melalui jibril dalam bentuk tersebut adalah untuk meyakini kebenarannya kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa yang benar-benar pasti.
Selanjutnya, bagaimana cara malaikat Jibril menyampaikan al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW  yaitu ada dua cara yang dipakai malaikat Jibril dalam menyampaikan al-Quran kepada Rasulullah. Pertama, Jibril tidak menampakkan dirinya sehingga Nabi Muhammad tidak dapt melihat wujudnya namun dapat mendengar suara seperti bunyi lonceng. Cara pertama ini sangat menyusahkan Nabi Muhammad SAW dalam menerimanya. Sebab untuk dapat menerimannya, beliau harus memiliki keruhanian yang tinggi, setidaknya setingkat dengan keruhanian Jibril. Kedua, malaikat Jibaril menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW seperti seorang pria dan bercakap-cakap dengan beliau sebagaimana layaknya manusia biasa sehingga  beliau dengan mudah dapat menghafal apa saja yang telah dibaca malaikat itu. Dalam beberapa hadis dinyatakan, peristiwa semacam ini sering terjadi. Bahkan di antara peristiwa-peristiwa tersebut, para sahabat Nabi juga turut menyaksikannya. Menurut Muhammad Shabih, kemunculan Jibril dihadapan Rasulullah berwujud manusia itu sering menyerupai Dihyah ibn Khalifah Al-Kalbi seorang sahabat yang tampan. Namun, kemnculan Jibril yang menyerupai sahabat itu baru terjadi setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, sebab sahabat tersebut baru memeluk Islam setelah peperangan Badr.
Tegasnya bagaimanapun cara Jibril dalam menyampaikan al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW, apakah dengan menyerupai seorang manusia ataupun tidak, yang pasti adalah semua ayat al-Quran telah diturunkan kepada beliau dalam bentuk wahyu matluw atau wahyu verbal, yaitu wahyu yang dibacakan dengan kata-kata yang jelas.[4]
Untuk lebih mudah memahami bahwa wahyu al-Quran itu wahyu matluw, kita perlu mengetahui bahwa ucapan-ucapan yang diterima dari Nabi Muhammad SAW dapat di klarifikasi menjadi tiga macam, yaitu hadis, hadis qudsi, dan al-Quran. Kalau hadis adalah yang berasal dari beliau sendiri lafzhan wa ma’nan (lafal dan maknanya), hadis qudsi adalah makna atau idenya berasal dari Allah. Adapun al-Quran, baik makna maupun lafalnya dari Allah. Bahasa yang dipakai al-Quran tidak dapat ditandingi dan dimanipulasi, apalagi dipalsukan oleh siapapun. [5]
Menurut Syaikh Al-Khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masaturunya al-Quran yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga akhir turunnya ayat pada 9 Zulhijjah tahun ke-63 dari usia beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari. Masa ini kemudian dibagi oleh para ulama menjadi dua periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah dimulai ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima ayat-ayat al-Quran pada 17 Ramadhan, tahun ke-41 dari kelahiran beliau hingga awal Rabi al-Awwal tahun ke-54 dari kelahiran beliau, yaitu sewaktu beliau akan berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah.
Periode Madinah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah dan menetap disana sampai dengan turunnya ayat terakhr pada 9 Zulhijjah tahun ke 10 dari kelahiran beliau. Dengan demikian, periode Mekkah selam 12 tahun 5 bulan 13 hari dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari.
Selama periode Mekkah sebanyak 19/30 al-Quran yang telah diturunkan selama periode Madinah hanya 11/30nya. Surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan selama periode Mekkah disebut surat-surat dan ayat-ayat makiyah, sedangkan periode Madinah disebut surat-surat dan ayat-ayat madaniyah
Surat dan ayat makiyah ialah surat dan ayat yang diturunkan sebelum Nabi berhijrah ke Madinah meski tempat turunnya di luar Mekkah. Sedangkan Madaniyah adalah surat dan ayat yang diturunkan setelah Nabi berhijrah ke Madinah meski tempat turunnya di Mekkah.[6]

B.     Cara Penulisan al-Quran

1.      Penulisan Al Qur’an Pada Masa Nabi
a.       Pengumpulan dalam dada.
Secara kodrati, bangsa arab memiliki daya hafal yang kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar dari mereka buta huruf atau tidak dapat membaca dan menulis. Sehingga dalam menulis berita, syair, atau silsilah keluarga mereka hanya menuliskannya dalam hati. Termasuk ketika mereka menerima ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam kitab shahih Bukhari, dikemukakan bahwa terdapat tujuh Huffaz melalui tiga riwayat. Mereka adalahAbdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, dan Abu Darda.
b.       Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an dari para sahabat pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban bin Sa‘id, Khalid bin Sa‘id, Khalid bin al-Walid, Mu‘awiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Selain penulis wahyu, para sahabat yang lainnya pun ikut menulis ayat-ayat al-Qur’an. Kegiatan ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi.:
لَا تَكْتُبُوْاعَنِّي شَيْئًاإِلَّاالْقُرْاٰنَ وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي سِوَى الْقُرْاٰنَ فَلْيَمْحُهُ.
Artinya :
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku kecuali al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.” (H.R. Muslim)
Diantara faktor pendorong penulisan al-Qur’an pada masa Nabi adalah :
1)      Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
2)      Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun tulisan tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa Nabi al-Qur’an tidak ditulis di tempat tertentu.
Dalam suatu cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad, yaitu : 
1.      Riqa, atau lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
2.      Likhaf, atau batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah secara horizontal lantaran panas.
3.      ‘Asib, atau pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis.
4.      Aktaf, atau tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
5.      Adlla’ atau tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta.
6.      Adim, atau lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama untuk menulis ketika itu.
Para sahabat menyodorkan al-Qur’an kepada Rasulullah secara hafalan maupun tulisan. Tetapi tulisan-tulisan yang terkumpul pada jaman nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, dan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki yang lainnya.[7]

Rasulullah Saw berwasiat agar Al-Quran dikumpulkan, tujuannya agar tidak bernasib seperti kitab Taurad orang-orang yahudi yang nyaris sirna.[8] Setelah Rasulullah Saw wafat, Imam Ali bin Abi Thalib melakukan pekerjaan penting ini, kemudian beliau mempersembahakan hasil karya tersebut. Al-Quran adalah rujukan pertama syariat Islam serta pondasi bangunan masyarakat Islam. Karena itu para khalifah pada saat itu merasa perlu melibatkan para penulis kalam ilahi yang lain (selain Ali) untuk mencatat ulang Al-Quran yang tertulis di potongan-potongan kayu, tulang dan para hafiz, hal ini dilakukan karena syahidnya para Hafiz Al-Quran dalam perang Yamammah.[9]
2.      Penulisan al Qur’an pada masa khulafaurrasyidin
a.       Penulisan al Qur’an periode Abu Bakar Ash-Shidiq
Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kekhalifahan bangsa Arab beralih kepada Abu Bakar. Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar dihadapkan oleh kemurtadan yang terjadi di kalangan bangsa Arab. Abu Bakar pun segera mengerahkan pasukan untuk menumpas kemurtadan. Perang itupun dikenal dengan sebutan Perang Yamamah yang terjadi pada tahun 11 H/633 M.
Dalam perang tersebut, sekitar 70 orang Huffaz mati Syahid. Umar bin Khattab merasa khawatir atas peristiwa ini. Maka Umar mengadukan kekhawatirannya tersebut kepada Abu Bakar.
b.      Penulisan al Qur’an Periode Utsman
Penyebaran Islam bertambah luas, dan para Qurra‘ pun tersebar ke seluruh wilayah hingga ke arah utara Jazirah Arab sampai Azerbaijan dan Armenia. Setiap wilayah diutuslah seorang Qari. Maka bacaan al-Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda. Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendiri memang telah mengajarkan membaca al-Qur’an berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran dirasa sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian adanya perbedaan dalam penyebutan atau membaca al-Qur’an yang kemudian menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.
Ketika itu, orang yang mendengar bacaan al-Qur’an yang berbeda dengan bacaan yang ia gunakan menyalahkannya. Bahkan mereka saling mengafirkan. Hal ini membuat Huzaifah bin al-Yaman resah dan mengadukan hal tersebut kepada Utsman. Menanggapi hal tersebut, Utsman mengirim utusan kepada Hafsah dan meminjam mushaf Abu Bakar. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Keriga orang terakhir adalah orang Quraisy. Utsman memerintahkan agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur’an turun dalam logat mereka.
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an. [10]
Tulisan yang dipakai para sahabat dalam menyalin mushaf Utsmani adalah tulisan kufi yang masih sederhana sekali, belum memakai titik dan tanda baca seperti yang dipakai sekarang ini. Hal itu tidak mengherankan, karena di tanah Arab hanya tulisan tersebut yang baru berkembang pada waktu itu. Meskipun demikian, tulisan tanpa titik dan tanda baca ini tidaklah menjadi problema bagi orang-orang Arab. Sebab, mereka memiliki kemampuan berbahasa yang sudah tertanam dalam jiwa mereka sebelum mereka berhubungan dengan bahasa lain.Orang Arab badui waktu itu memiliki kemampuan berbicara dengan fasih, sebagaimana ia juga mampu memahami kefasihan al-Quran serta retorika khutbah yang menimbulkan kesan mendalam pada jiwa mereka.
Hal itu telah menimbulkan keprihatinan pada sementara penguasa Daulah Umawiyah terhadap autensitas al-Quran, sekiranya mushaf Utsmani masih dalam keadaan gundul, tanpa baris dan tanpa titik. Oleh karena itu mereka pun memikirkan untuk membuat tanda-tanda baca yang dapat membantu kaum Muslimin dalam membaca al-Quran secara benar dan terhindar dari salah baca.[11]
Dalam kaitan ini disebut-sebut dua nama pejabat sebagai pihak yang berinisiatif, yakni ‘Ubaidillah ibn Ziyad (wafat 67 H) dan Al-Hajjaj ibn al-Tsaqafi (wafat 95 H). Masing-masing dari kedua tokoh ini telah menegaskan kepada orang-orang yang dianggap ahli dan terpercaya bentuk dan tulisan mushhaf.
Perlu diperhatikan bahwa usaha penyempurnaan bentuk tulisan al-Qur’an tidaklah berlangsung sekaligus melainkan berjalan tahap demi tahap sehingga mencapai puncak keindahannya pada akhir abad ketiga Hijriyyah.
Orang pertama yang menyempurnakan penulisan mushaf dan memperindah khat adalah Khalid bin Abil Hayyaj. Dia dikenal dengan tulisannya yang bagus dan indah. Selain itu adapula sebagian dari kaligrafer Usmani yang sangat terkenal yaitu Hafiz Usman, Sayid Abdullah Afandi, UStad Rasim, dan Abu Bakar Mumtaz Bik Mustafa Afandi.[12]
Pada masa-masa beriktunya semakin semaraklah usaha-usaha menyempurna-kan dan memperindah tulisan al-Qur’an sehingga pada akhirnya kita warisi mushhaf al-Qur’an seperti yang ada pada hari ini.


BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Al-Quran bagi kaum muslimin adalah kalamu-Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih 22 tahun, selama 13 tahun di kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi pada pemulaan abad ke 7 itu meletakkan dasr untuk kehidupan individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya. Bahkan masyarakat Muslim mengawali eksistensinya dan memperoleh kekuatan hidup dengan merespon dakwah Al-Quran. Sebab itulah, al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai Pengalaman keagamaannya. Tanpa pemhamman yang semestinya terhadap al-Quran, kehidupan,pemikiran dan kebudayaan kaum Muslim tentunya akan sulit dipahami.
Al-Quran telah mengarungi sejarah panjang selama 14 abad lebih. Diawali dengan penerimaan pesan ketuhanan al-Quran oleh Muhammad, kemudian penyampaiannya kepada generasi pertama Islam yang telah menghafal dan merekamnya secara tertulis, hingga stabilisasi teks dan bacaannya yang mencapai kemajuan berarti pada abad ke-3H/9 dan abad ke-4H/10 serta berkulminasi dengan penerbitan edisi standar al-Quran di mesir pada 1342H/ 1923, kitab suci kaum Muslimin ini masih menyimpan sejumlah misteri dalam berbagai tahapan perjalanan kesejarahannya.

B.     SARAN

penulis berharap kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada penulis, demi sepurnanya tugas makalah ini di kesempatan selanjutnya. Namun jika ingin lebih mengetahui tentang sumber dan karakteristik ajaran Islam, maka pembaca dapat mendalaminya dengan berbagai buku ataupun sumber lain yang juga berhubungan dengan ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abd. Chalik, A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007
Athaillah. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010).
Muhammad Hadi Ma’rifat. Sejarah lengkap Al-Quran. (Jakarta: Al-Huda,
April2010).
Muhammad Amin Suma,  Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus,
2000.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung. Mizan, 1996.




[1] Muhammad Hadi Ma’rifat. Sejarah lengkap Al-Quran. (Jakarta: Al-Huda, April 2010). Hal-42.
[2] Abdul Hassan Ali bin Ibrohim, sirah ibn hisyam, jilid 1, hal.280.
[3] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010). Hal 111-117
[4] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010). Hal 118-123
[5] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010). Hal 129
[6] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010). Hal 143-147
[8] Tafsir Al-Burhan, jilid 1, hal.16, nomor 14.
[9] Muhammad Hadi Ma’rifat. Sejarah lengkap Al-Quran. (Jakarta: Al-Huda, April 2010). Hal-135.
[10] Loc.cit.
[11] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Juli 2010). Hal 321-323
[12] Muhammad Hadi Ma’rifat. Sejarah lengkap Al-Quran. (Jakarta: Al-Huda, April 2010). Hal-208.

SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN DAN PENULISAN AL-QUR’AN

HALAMAN JUDUL S EJARAH TURUNYA AL-QUR’AN DAN PENULISAN AL-QUR’AN Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah: Ulum Al-Qur’a...