HALAMAN JUDUL
SEJARAH TURUNYA AL-QUR’AN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas
Mata
Kuliah: Ulum Al-Qur’an
Dosen
Pengampu: Yanti Susanti, M.Pd.I
Disusun
Oleh
Gazaly
Rahman
NIM: 1704120700
Nurlita
Aulia
NIM:1704120612
Riska Furwanti
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2017 M /1439 H
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji dan syukur
kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah turunya Al-Quran dan penulisan
Al-Quran” ini dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulum Al-Quran.
Mengingat terbatasnya kemampuan yang kami miliki
dalam pembuatan makalah ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan baik
dari segi penyampaian materi pembahasan, maupun dalam penulisan. Oleh karena
itu kami selaku penulis memerlukan kritik dan saran dari para pembaca yang tentunya
dapat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi pada kesempatan
selanjutnya.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Palangka Raya, Oktober 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ i
Daftar
Isi....................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................. 2
D.
Metode Penulisan ............................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
turunya Al-Quran.............................................................. 3
B. Metode
penulisan Al-Quran............................................................ 7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... 13
B.
Saran................................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-Quran
bagi kaum muslimin adalah kalamu-Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih 22 tahun, selama 13 tahun di
kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah. Kandungan pesan Ilahi yang
disampaikan Nabi pada pemulaan abad ke 7 itu meletakkan dasr untuk kehidupan
individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya. Bahkan masyarakat
Muslim mengawali eksistensinya dan memperoleh kekuatan hidup dengan merespon
dakwah Al-Quran. Sebab itulah, al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan
Muslim dan berbagai Pengalaman keagamaannya. Tanpa pemhamman yang semestinya
terhadap al-Quran, kehidupan,pemikiran dan kebudayaan kaum Muslim tentunya akan
sulit dipahami.
Al-Quran
memang tergolong ke dalam sejumlah kecil kitab suci yang memiliki pengaruh amat
luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Sejumlah pengamat Barat memandang
al-Quran sebagai suatu kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa,gaya
dan aransemen kitab ini pada umumnya telah menimbulkan masalah khusus bagi
mereka. Masa pewahyuannya yang
terbentang sekitar 20 tahunan merefleksikan perubahan-perubahan lingkungan,
perbadaan dalam gaya dan kandungan, bahkan ajarannya.
Sejak pewahyuannya
hingga kini, al-Quran telah mengarungi sejarah panjang selama 14 abad lebih.
Diawali dengan penerimaan pesan ketuhanan al-Quran oleh Muhammad, kemudian
penyampaiannya kepada generasi pertama Islam yang telah menghafal dan
merekamnya secara tertulis, hingga stabilisasi teks dan bacaannya yang mencapai
kemajuan berarti pada abad ke-3H/9 dan abad ke-4H/10 serta berkulminasi dengan
penerbitan edisi standar al-Quran di mesir pada 1342H/ 1923, kitab suci kaum
Muslimin ini masih menyimpan sejumlah misteri dalam berbagai tahapan perjalanan
kesejarahannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.
Bagaimana sejarah turunnya al-Quran ?
2.
Bagaimana metode penulisan al-Quran?
C.
TUJUAN
1.
Agar mengetahui bagaimana sejarah
turunnya al-Quran.
2.
Agar mengetahui bagaimana metode penulisan al-Quran.
D. METODE
PENULISAN
Adapun metode yang penulis gunakan dalam
pembuatan makalah ini yaitu(Library Search) kepustakaan.
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Sejarah Turunnya al-Quran
Al-Quran diturunkan pertama kali pada bulan
suci Ramadhan, tepatnya di malam qadr atau lailatul qadr. Lailatu qadr,
kemungkinan tejadi pada dua malam, yaitu malam ke 21 dan 23 bulan suci Ramadhan[1]
Awal mula turunya wahyu risalah pada tanggal
27 rajab tiga belas tahun sebelum hijriah (609M). Namun, turunya Al-Quran
sebagai kitab samawi, pernah tertunda selama tiga tahun. Ketertundaan ini disebut
Fatrah (lemah dan kurang). Ketika dalam rentang waktu itu, Rasulullah
Saw menjalankan misi dakwahnya secara diam-diam, hingga ayat ini diturunkan. “maka
sampaikanlah secara terang-terangan segala yang diperintahkan (kepadamu). (QS.
Al-Hijr:94). Kemudian beliaupun berdakwah secara terang-terangan.[2]
Perlu kita ketahui terlebih dahulu bagaimana cara Allah berbicara kepada seseorang. Cara tersebut telah diterangkan
di dalam al-Quran, surat asy-syura: 51 yang berbunyi
“Dan
tidak ada seorang manusia pun yang Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan
perantaraan wahyu atau di Belakang tabir atau dengan mengutus seseorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”
Menurut ayat diatas, cara Allah
dalam berbicara kepada seseorang yang dikehendaki-Nya melalui tiga macam.
Pertama, melalui wahyu. Yang dimaksud dengan wahyu di sini adalah ilham
dan maknanya (pegertian) yang dimasukkan ke dalam hati, baik di kala jaga seperti
yang dialami oleh Ibu Musa agar menyusui putranya itu maupun di kala tidur,
seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya Ismail.
Menurut Muhammad Ali, yang dimaksukkan ke dalam hati tersebut bukanlah dalam
bentuk verbal, melainkan dalam bentuk pengertian yang bebas dari keraguan dan
kesulitan serta tidak pula merupakan hasil meditas. Kedua, berfirman dari
balik tabir. Maksudnya, seseorang dapat mendengarkan firman Allah, tetapi tidak
dapat melihat-Nya seperti yang pernah dialami oleh Nabi Musa di bukit Thursina.
Pada cara kedua ini, menurut riwayat hanya sekali pernah dialami Rasulullah
SAW, yaitu ketika Mi’raj, beliau telah menerima perintah untuk melaksanakan
shalat fardu lima waktu dari Allah Secara langsung, tanpa perantara Jibril. Ketiga,
melalui seseorang malaikat yaitu Jibril as, yang bergelar Ruh al-Qudus dan Ruh al-Amin.
Pada cara ini adalah cara yang cukup sering dialami oleh Rasulullah SAW. Cara
ketiga ini adakalanya Jibril menyampaikan makna (ide) yang terkandung dalam
kalam Allah atau wahyu, kemudian beliau sendiri yang mengungkapkannya kepada
kaum Muslim dengan lafal dari beliau dan adakalanya pula Jibril langsung
menyampaikan kalam Allah itu tidak hanya berupa ide yang terkandung di
dalamnya, tetapi sekaligus dengan lafalnya langsung dari Allah SWT. [3]
Oleh karena al-Quran berisi risalah
Allah yang terakhir dan untuk umat manusia, sudah semestinya pula jika wahyu
Allah yang terkandung dalam kitab suci itu diturunkan dengan cara ketiga yang
melalui malaikat Jibril dalam bentuk makna dan lafalnya sekaligus. Hal ini
telah dinyatakan oleh al-Quran sendiri
dengan jelas di beberapa ayatnya, antara lain seperti pada surat al-syu ara:
192-195 yang berbunyi
“
Dan sesungguhnya al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,
dia dibawa turun oleh Jibril ke dalam hatimu (muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang
jelas.”
Hikmah
diturunkannya al-Quran melalui jibril dalam bentuk tersebut adalah untuk meyakini
kebenarannya kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa yang benar-benar pasti.
Selanjutnya, bagaimana cara malaikat Jibril menyampaikan al-Quran
kepada Nabi Muhammad SAW yaitu ada dua
cara yang dipakai malaikat Jibril dalam menyampaikan al-Quran kepada Rasulullah.
Pertama, Jibril tidak menampakkan dirinya sehingga Nabi Muhammad tidak
dapt melihat wujudnya namun dapat mendengar suara seperti bunyi lonceng. Cara
pertama ini sangat menyusahkan Nabi Muhammad SAW dalam menerimanya. Sebab untuk
dapat menerimannya, beliau harus memiliki keruhanian yang tinggi, setidaknya
setingkat dengan keruhanian Jibril. Kedua, malaikat Jibaril menampakkan
dirinya kepada Nabi Muhammad SAW seperti seorang pria dan bercakap-cakap dengan
beliau sebagaimana layaknya manusia biasa sehingga beliau dengan mudah dapat menghafal apa saja
yang telah dibaca malaikat itu. Dalam beberapa hadis dinyatakan, peristiwa
semacam ini sering terjadi. Bahkan di antara peristiwa-peristiwa tersebut, para
sahabat Nabi juga turut menyaksikannya. Menurut Muhammad Shabih, kemunculan Jibril dihadapan Rasulullah berwujud
manusia itu sering menyerupai Dihyah ibn
Khalifah Al-Kalbi seorang sahabat yang tampan. Namun, kemnculan Jibril yang
menyerupai sahabat itu baru terjadi setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke
Madinah, sebab sahabat tersebut baru memeluk Islam setelah peperangan Badr.
Tegasnya bagaimanapun cara Jibril dalam menyampaikan al-Quran kepada
Nabi Muhammad SAW, apakah dengan menyerupai seorang manusia ataupun tidak, yang
pasti adalah semua ayat al-Quran telah diturunkan kepada beliau dalam bentuk
wahyu matluw atau wahyu verbal, yaitu wahyu yang dibacakan dengan kata-kata
yang jelas.[4]
Untuk lebih mudah memahami bahwa wahyu al-Quran itu wahyu matluw, kita perlu mengetahui
bahwa ucapan-ucapan yang diterima dari Nabi Muhammad SAW dapat di klarifikasi
menjadi tiga macam, yaitu hadis, hadis
qudsi, dan al-Quran. Kalau hadis adalah yang berasal dari beliau sendiri lafzhan wa ma’nan (lafal dan maknanya),
hadis qudsi adalah makna atau idenya berasal dari Allah. Adapun al-Quran, baik
makna maupun lafalnya dari Allah. Bahasa yang dipakai al-Quran tidak dapat
ditandingi dan dimanipulasi, apalagi dipalsukan oleh siapapun. [5]
Menurut Syaikh Al-Khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masaturunya
al-Quran yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi
Muhammad SAW hingga akhir turunnya ayat pada 9 Zulhijjah tahun ke-63 dari usia
beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari. Masa ini kemudian dibagi
oleh para ulama menjadi dua periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah dimulai ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima
ayat-ayat al-Quran pada 17 Ramadhan, tahun ke-41 dari kelahiran beliau hingga
awal Rabi al-Awwal tahun ke-54 dari kelahiran beliau, yaitu sewaktu beliau akan
berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah.
Periode Madinah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah
dan menetap disana sampai dengan turunnya ayat terakhr pada 9 Zulhijjah tahun
ke 10 dari kelahiran beliau. Dengan demikian, periode Mekkah selam 12 tahun 5
bulan 13 hari dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari.
Selama periode Mekkah sebanyak 19/30 al-Quran yang telah diturunkan
selama periode Madinah hanya 11/30nya. Surat-surat dan ayat-ayat yang
diturunkan selama periode Mekkah disebut surat-surat dan ayat-ayat makiyah, sedangkan periode Madinah
disebut surat-surat dan ayat-ayat madaniyah.
Surat dan ayat makiyah ialah surat dan ayat yang diturunkan sebelum
Nabi berhijrah ke Madinah meski tempat turunnya di luar Mekkah. Sedangkan
Madaniyah adalah surat dan ayat yang diturunkan setelah Nabi berhijrah ke
Madinah meski tempat turunnya di Mekkah.[6]
B. Cara Penulisan al-Quran
1. Penulisan
Al Qur’an Pada Masa Nabi
a. Pengumpulan
dalam dada.
Secara kodrati, bangsa arab memiliki daya hafal yang kuat. Hal itu
dikarenakan sebagian besar dari mereka buta huruf atau tidak dapat membaca dan
menulis. Sehingga dalam menulis berita, syair, atau silsilah keluarga mereka
hanya menuliskannya dalam hati. Termasuk ketika mereka menerima ayat-ayat
al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dalam
kitab shahih Bukhari, dikemukakan bahwa terdapat tujuh Huffaz melalui tiga
riwayat. Mereka adalahAbdullah bin Mas’ud, Salim bin
Ma’qal, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan,
dan Abu Darda.
b. Pengumpulan
dalam bentuk tulisan
Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur’an dari para sahabat
pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban
bin Sa‘id, Khalid bin Sa‘id, Khalid bin al-Walid, Mu‘awiyah bin Abu
Sufyan, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Selain penulis
wahyu, para sahabat yang lainnya pun ikut menulis ayat-ayat
al-Qur’an. Kegiatan ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi.:
لَا
تَكْتُبُوْاعَنِّي شَيْئًاإِلَّاالْقُرْاٰنَ وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي سِوَى
الْقُرْاٰنَ فَلْيَمْحُهُ.
Artinya :
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku kecuali
al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia
menghapusnya.” (H.R. Muslim)
Diantara
faktor pendorong penulisan al-Qur’an pada masa Nabi adalah :
1) Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan
para sahabatnya.
2) Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para
sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka
sudah wafat. Adapun tulisan tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa
Nabi al-Qur’an tidak ditulis di tempat tertentu.
Dalam
suatu cacatan, disebutkan bahwa sejumlah bahan yang digunakan untuk menyalin
wahyu-wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad, yaitu :
1. Riqa, atau
lembaran lontar (daun yang dikeringkan) atau perkamen (kulit binatang).
2. Likhaf, atau
batu tulis berwarna putih, terbuat dari kepingan batu kapur yang terbelah
secara horizontal lantaran panas.
3. ‘Asib, atau
pelapah kurma, terbuat dari bagian ujung dahan pohon kurma yang tipis.
4. Aktaf, atau
tulang belikat, biasanya terbuat dari tulang belikat unta.
5. Adlla’ atau
tulang rusuk, biasaya juga terbuat dari tulang rusuk unta.
6. Adim, atau
lembaran kulit, terbuat dari kulit binatang asli yang merupakan bahan utama
untuk menulis ketika itu.
Para
sahabat menyodorkan al-Qur’an kepada Rasulullah secara hafalan maupun tulisan.
Tetapi tulisan-tulisan yang terkumpul pada jaman nabi tidak terkumpul dalam
satu mushaf, dan yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki yang lainnya.[7]
Rasulullah Saw berwasiat agar Al-Quran
dikumpulkan, tujuannya agar tidak bernasib seperti kitab Taurad orang-orang
yahudi yang nyaris sirna.[8]
Setelah Rasulullah Saw wafat, Imam Ali bin Abi Thalib melakukan pekerjaan
penting ini, kemudian beliau mempersembahakan hasil karya tersebut. Al-Quran
adalah rujukan pertama syariat Islam serta pondasi bangunan masyarakat Islam.
Karena itu para khalifah pada saat itu merasa perlu melibatkan para penulis
kalam ilahi yang lain (selain Ali) untuk mencatat ulang Al-Quran yang tertulis
di potongan-potongan kayu, tulang dan para hafiz, hal ini dilakukan karena
syahidnya para Hafiz Al-Quran dalam perang Yamammah.[9]
2. Penulisan
al Qur’an pada masa khulafaurrasyidin
a. Penulisan
al Qur’an periode Abu Bakar Ash-Shidiq
Pasca
wafatnya Rasulullah SAW, kekhalifahan bangsa Arab beralih kepada Abu Bakar.
Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar dihadapkan oleh kemurtadan yang terjadi di
kalangan bangsa Arab. Abu Bakar pun segera mengerahkan pasukan untuk menumpas
kemurtadan. Perang itupun dikenal dengan sebutan Perang Yamamah yang
terjadi pada tahun 11 H/633 M.
Dalam
perang tersebut, sekitar 70 orang Huffaz mati Syahid. Umar bin Khattab merasa
khawatir atas peristiwa ini. Maka Umar mengadukan kekhawatirannya tersebut
kepada Abu Bakar.
b. Penulisan
al Qur’an Periode Utsman
Penyebaran
Islam bertambah luas, dan para Qurra‘ pun tersebar ke seluruh wilayah
hingga ke arah utara Jazirah Arab sampai Azerbaijan dan Armenia. Setiap wilayah
diutuslah seorang Qari. Maka bacaan al-Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda.
Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur
memiliki dialek yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendiri memang telah
mengajarkan membaca al-Qur’an berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran
dirasa sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian
adanya perbedaan dalam penyebutan atau membaca al-Qur’an yang kemudian
menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.
Ketika
itu, orang yang mendengar bacaan al-Qur’an yang berbeda dengan bacaan yang ia
gunakan menyalahkannya. Bahkan mereka saling mengafirkan. Hal ini membuat
Huzaifah bin al-Yaman resah dan mengadukan hal tersebut kepada Utsman.
Menanggapi hal tersebut, Utsman mengirim utusan kepada Hafsah dan meminjam
mushaf Abu Bakar. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Sa’id bin “As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Keriga orang
terakhir adalah orang Quraisy. Utsman memerintahkan agar apa yang
diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa
Quraisy, karena Qur’an turun dalam logat mereka.
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin
Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang
disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari
daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia
mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang
dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar
tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani
yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh
mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk
dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten
terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan
pembacaan Al-Qur’an. [10]
Tulisan yang dipakai para sahabat dalam menyalin mushaf Utsmani adalah
tulisan kufi yang masih sederhana sekali, belum memakai titik dan tanda baca
seperti yang dipakai sekarang ini. Hal itu tidak mengherankan, karena di tanah
Arab
hanya tulisan tersebut yang baru berkembang pada waktu itu. Meskipun demikian,
tulisan tanpa titik dan tanda baca ini tidaklah menjadi problema bagi
orang-orang Arab. Sebab, mereka memiliki kemampuan berbahasa yang sudah
tertanam dalam jiwa mereka sebelum mereka berhubungan dengan bahasa lain.Orang
Arab badui waktu itu memiliki kemampuan berbicara dengan fasih, sebagaimana ia
juga mampu memahami kefasihan al-Quran serta retorika khutbah yang menimbulkan
kesan mendalam pada jiwa mereka.
Hal itu telah menimbulkan keprihatinan pada sementara penguasa Daulah
Umawiyah terhadap autensitas al-Quran, sekiranya mushaf Utsmani masih dalam
keadaan gundul, tanpa baris dan tanpa titik. Oleh karena itu mereka pun
memikirkan untuk membuat tanda-tanda baca yang dapat membantu kaum Muslimin
dalam membaca al-Quran secara benar dan terhindar dari salah baca.[11]
Dalam kaitan ini disebut-sebut dua
nama pejabat sebagai pihak yang berinisiatif, yakni ‘Ubaidillah ibn Ziyad
(wafat 67 H) dan Al-Hajjaj ibn al-Tsaqafi (wafat 95 H). Masing-masing dari
kedua tokoh ini telah menegaskan kepada orang-orang yang dianggap ahli dan
terpercaya bentuk dan tulisan mushhaf.
Perlu diperhatikan bahwa usaha
penyempurnaan bentuk tulisan al-Qur’an tidaklah berlangsung sekaligus melainkan
berjalan tahap demi tahap sehingga mencapai puncak keindahannya pada akhir abad
ketiga Hijriyyah.
Orang pertama yang menyempurnakan
penulisan mushaf dan memperindah khat adalah Khalid bin Abil Hayyaj. Dia
dikenal dengan tulisannya yang bagus dan indah. Selain itu adapula sebagian
dari kaligrafer Usmani yang sangat terkenal yaitu Hafiz Usman, Sayid Abdullah
Afandi, UStad Rasim, dan Abu Bakar Mumtaz Bik Mustafa Afandi.[12]
Pada masa-masa beriktunya semakin
semaraklah usaha-usaha menyempurna-kan dan memperindah tulisan al-Qur’an
sehingga pada akhirnya kita warisi mushhaf al-Qur’an seperti yang ada pada hari
ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Quran
bagi kaum muslimin adalah kalamu-Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih 22 tahun, selama 13 tahun di
kota Mekkah dan 10 tahun di kota Madinah. Kandungan pesan Ilahi yang
disampaikan Nabi pada pemulaan abad ke 7 itu meletakkan dasr untuk kehidupan
individual dan sosial kaum Muslimin dalam segala aspeknya. Bahkan masyarakat
Muslim mengawali eksistensinya dan memperoleh kekuatan hidup dengan merespon
dakwah Al-Quran. Sebab itulah, al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan
Muslim dan berbagai Pengalaman keagamaannya. Tanpa pemhamman yang semestinya
terhadap al-Quran, kehidupan,pemikiran dan kebudayaan kaum Muslim tentunya akan
sulit dipahami.
Al-Quran telah mengarungi sejarah
panjang selama 14 abad lebih. Diawali dengan penerimaan pesan ketuhanan
al-Quran oleh Muhammad, kemudian penyampaiannya kepada generasi pertama Islam
yang telah menghafal dan merekamnya secara tertulis, hingga stabilisasi teks
dan bacaannya yang mencapai kemajuan berarti pada abad ke-3H/9 dan abad
ke-4H/10 serta berkulminasi dengan penerbitan edisi standar al-Quran di mesir
pada 1342H/ 1923, kitab suci kaum Muslimin ini masih menyimpan sejumlah misteri
dalam berbagai tahapan perjalanan kesejarahannya.
B.
SARAN
penulis berharap
kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada penulis, demi sepurnanya tugas makalah ini di kesempatan selanjutnya. Namun
jika ingin lebih mengetahui tentang sumber dan karakteristik ajaran
Islam, maka pembaca dapat mendalaminya dengan berbagai
buku ataupun sumber lain yang juga berhubungan dengan
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Chalik, A. Chaerudji, “Ulum Al-Qur’an”. Diadit Media. Jakarta Pusat.
2007
Athaillah. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010).
Muhammad Hadi Ma’rifat. Sejarah lengkap Al-Quran. (Jakarta:
Al-Huda,
April2010).
Muhammad
Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta,
Pustaka Firdaus,
2000.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung.
Mizan, 1996.
[3] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010). Hal 111-117
[4] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010). Hal 118-123
[5] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010). Hal 129
[6] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010). Hal 143-147
[7] http://parawali99.blogspot.co.id/2017/02/makalah-sejarah-turun-dan-penulisan-al.html. diakses tgl 13 Oktober 2017,
jam 07:14
[10]
Loc.cit.
[11] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG. Sejarah al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Juli 2010). Hal 321-323